Martini Yuliana, atau akrab disapa Ci Yuli, tidak pernah merasa bosan pada tahu. Setelah lebih dari dua dekade membuatnya, menjualnya, dan mau tidak mau memakannya setiap hari, ia bisa mengetahui kualitas tahu yang bagus hanya dari aromanya.
"Tahu yang baik itu wangi kedelai," ucapnya.
Ci Yuli lahir di Jakarta dan dibesarkan oleh sosok ayah yang mendorongnya untuk menggapai mimpinya. Dia belajar perhotelan di Swiss, tetapi saat dia kembali ke Indonesia, ada keinginan untuk membangun bisnis yang memadukan tradisi dengan inovasi.
Ia mendirikan Warung Tahu, sebuah restoran yang berfokus pada tahu dan telah berdiri sejak 2006. Ide bisnisnya ini muncul di tengah maraknya pemberitaan tentang isu keamanan pangan di Indonesia, ketika tahu berformalin menjadi berita utama. Akhirnya, keluarganya pun memutuskan berinisiatif membuat tahu sendiri.
Ci Yuli tidak punya latar belakang di bidang produksi pangan, tetapi setelah dua tahun melakukan percobaan, ia akhirnya berhasil membuat produk yang layak untuk dijual. Warung Tahu memulai bisnisnya dengan hanya menjual dua atau tiga jenis tahu segar di sebuah kios kecil di Pasar Mandiri, sebelum akhirnya pindah ke lokasi saat ini, di sebuah ruko kontemporer di Jalan Kelapa Nias. Semua olahan tahu dibuat sendiri, tanpa bahan pengawet.
Hal paling penting baginya adalah memastikan bahwa tahu buatannya bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Ci Yuli teringat cerita tentang orang-orang yang jatuh sakit akibat mengonsumsi tahu yang diolah dengan bahan kimia dan menyadari bahwa ia harus melakukannya dengan cara yang berbeda. "Biar lebih sehat dan lebih enak," Ci Yuli menjelaskan. Kesehatan dan cita rasa harus seimbang.
Ia bersikeras untuk menggunakan kedelai non transgenik karena ia menganggap bahwa kedelai tersebut memiliki tekstur dan rasa yang jauh lebih baik. Tidak semua kedelai diciptakan sama, ujarnya. "Biji kedelai itu beda-beda." Sebagian di antaranya memiliki tekstur yang lebih lembut, sementara yang lainnya lebih padat. Dalam menemukan keseimbangan yang tepat, diperlukan uji coba selama bertahun-tahun.
Kacang kedelai mungkin tampak sederhana, tetapi proses mengolahnya menjadi tahu lumayan rumit. Prosesnya diawali dengan merendam kedelai semalaman hal ini penting untuk melembutkan dan mengeluarkan rasa manis alaminya. Setelah digiling dan dipanaskan, susu kedelai dipisahkan dari ampasnya, lalu digumpalkan secara perlahan untuk membentuk dadih. Jenis koagulan yang digunakan memengaruhi segala hal, dari tekstur hingga rasa di mulut.
"Kalau bahannya bagus, tahunya pasti enak," ujarnya.
Akan tetapi, menghasilkan tahu yang berkualitas hanyalah sepenggal bagian dari tantangannya, sedangkan tantangan lainnya adalah meyakinkan orang bahwa tahu bisa lebih dari sekadar makanan pendamping. Walaupun tahu sering kali dianggap sebagai sumber protein sederhana, Ci Yuli ingin menunjukkan bahwa tahu juga bisa menjelma menjadi hidangan utama alih-alih sekadar pelengkap. Sejak saat itu, menu Warung Tahu berkembang, menyulap tahu menjadi hidangan yang tak hanya bergizi, tetapi juga penuh kreativitas dan berlandaskan tradisi.
"Hampir semuanya," ujar Ci Yuli saat ditanya apakah ada hidangan yang berasal dari resep keluarga. "Kalau dari Mama saya, itu lebih banyak menu Chinese, tapi kalau dari Papa lebih kayak peranakan." Bistik tahu andalannya menunjukkan perpaduan tradisi ini, begitu pula dengan rawon tahu, hidangan yang ia makan sejak kecil di rumah.
Menu Warung Tahu telah bertambah banyak sejak awal kedai ini berdiri. Ci Yuli berpikir akan sangat menarik untuk mengganti pasta dengan tahu sehingga dapat menghasilkan lasagna rendah karbohidrat tetapi tetap memiliki tekstur yang lembut. Resep-resep hidangan perpaduan lainnya pun menyusul, memadukan cita rasa Indonesia dengan inspirasi hidangan dari seluruh dunia. Namun, Warung Tahu tetap mempertahankan tradisi. Hidangan klasik seperti tahu bakso dan kembang tahu tetap menjadi menu terlaris, memberikan rasa familier bagi para pelanggan setia.
Meski menghadirkan berbagai inovasi, Warung Tahu tidak sepenuhnya menyajikan menu vegetarian. Walaupun banyak hidangan yang berbahan dasar nabati, beberapa tetap menyertakan daging untuk menarik minat konsumen yang lebih luas. Tujuannya sama sekali bukan untuk menyingkirkan daging, melainkan untuk menawarkan alternatif yang seimbang.
Tahu sudah lama menjadi makanan pokok di banyak budaya. Namun, di Indonesia, tahu kerap dianggap sebagai makanan sehari-hari dengan harga yang murah. Ci Yuli ingin menantang anggapan tersebut. "Dulu orang pikir tahu itu makanan murah, nggak menarik," ucapnya. Namun, tahu berkualitas tinggi yang dibuat yang teliti akan memberikan pengalaman yang benar-benar berbeda.
Tantangan terberat Ci Yuli adalah mengedukasi pelanggannya. Awalnya, banyak yang tidak mau membayar tahu buatannya dengan harga hampir dua kali lipat dari harga pasar. Tidak mudah untuk bersaing dengan penjual tahu berpengalaman di pasar tradisional, tetapi ia meluangkan waktu untuk menjelaskan bahwa tahu buatannya berbeda dari yang lain dalam segi kualitas, rasa, dan manfaatnya bagi kesehatan. Seiring waktu berjalan, para pelanggan pun mulai menyadari perbedaannya.
Ci Yuli tidak pernah bosan dengan tahu, bahkan setelah hampir dua dekade. Ia masih mencari kenyamanan dalam rasa yang familier dan beragam kemungkinan yang tanpa batas. Saat merasa kurang sehat, biasanya ia mencari tahu sutra polos dan membilasnya dengan air panas sebuah kebiasaan yang terbentuk dari pemahaman mendalam dan kepercayaan pada produknya sendiri.
Tahu telah membentuk kehidupannya dengan cara yang tak terduga. Apa yang dimulai sebagai respons terhadap isu keamanan pangan berkembang menjadi sebuah pencarian seumur hidup akan kualitas dan kreativitas yang terus berlanjut, sebuah perjalanan dalam menyempurnakan teknik pengolahan, mengedukasi pelanggan, dan membuktikan bahwa tahu bisa lebih dari sekadar pelengkap.
"Yang saya bisa makan di sini, anak-anak saya juga bisa makan di sini, itu yang saya kasih," ucapnya. "Jadi, kalau misalnya yang banyak ada pengawet atau ada tambahan-tambahan, biasanya saya nggak mau."
Ia memulai dengan tujuan membuat tahu yang lebih enak, tetapi dalam prosesnya, ia juga mengubah cara pandang orang terhadap tahu. Makanan yang dulu dianggap murah dan biasa saja kini menjadi sesuatu yang layak untuk dinikmati, dan bagi Ci Yuli, hal ini sudah lebih dari cukup untuk terus melangkah.