Hadir untuk Diberi

Indonesia adalah negeri para pemberi. Dari Lebaran hingga Natal, Tahun Baru Imlek sampai ulang tahun, perayaannya ditandai dengan bingkisan, oleh-oleh, dan tanda terima kasih kecil yang manis. Ada kegembiraan tidak hanya dalam menerima, tetapi juga dalam memilih hadiah yang tepat—sesuatu yang indah, penuh makna, dan kalau bisa lezat juga, kenapa tidak memilih jalur itu?

Selama dua dekade terakhir, satu nama yang secara konsisten menjadi favorit selama musim berbagi hadiah adalah Pudding Christy, yang dikenal dengan kreasi pudingnya yang menarik, selembut sutra, dan selalu berhasil menghadirkan keseimbangan yang tepat antara meriah dan akrab. Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa merek kesayangan ini berawal di Kelapa Gading.

Salah satu alasan Pudding Christy tetap menjadi favorit sejak didirikan pada 2005 adalah kemasannya yang dirancang sesuai dengan perayaan momen tertentu. Tahun demi tahun, kemasannya telah menjadi semacam penanda visual untuk momen-momen perayaan: kotak merah dan emas untuk Imlek, nuansa hijau untuk Ramadan, dan warna merah muda lembut untuk hari Valentine. Kesenangan dalam pemberian hadiah adalah sesuatu yang jelas diperhatikan oleh pemiliknya, sampai-sampai sekotak Pudding Christy terasa seperti gestur yang lengkap dan penuh perhatian—sesuatu yang akan membuat Anda bangga untuk memberikannya, dan diam-diam berharap untuk menerimanya.

Di balik nama Pudding Christy, ada duo suami-istri Adiwinata dan Lenny Indrawati—dikenal oleh pelanggan setia sebagai Oom Adi dan Tante Lenny. Menikah selama 34 tahun, keduanya berasal dari dunia profesional yang sangat berbeda: Oom Adi membangun kariernya di bidang TI, sementara istrinya adalah sarjana hukum. 

Oom Adi adalah tipe pria yang menyampaikan lelucon singkat dengan wajah datar, yang justru membuatnya makin lucu. Namun, di balik humornya, terdapat pola pikir yang tajam dan terstruktur; ia berbicara dengan kejernihan khas orang yang terbiasa menjelaskan sesuatu secara sistematis dalam profesinya. Kehangatannya tak terbantahkan, tetapi ada juga intensitas dalam energinya—serius, fokus, sesekali diselingi oleh lelucon yang mengejutkan.

Di sisi lain, Tante Lenny tampil dengan senyum yang hampir pecah jadi tawa. Matanya paling berbinar ketika dia berbicara tentang kreasi puding manisnya—teksturnya yang lembut seperti sutra, goyangan lembutnya, dan vla yang ikonik. Sesuatu yang dimulai sebagai hobi sederhana di dapurnya perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih besar. Teman dan tetangga mulai memesan puding untuk acara kumpul-kumpul dan ulang tahun, dan tak lama kemudian pesanan kecil berdatangan melalui sistem pra-pesan (pre-order). Ketekunan yang tenang itu mengalir dalam keluarga: ibunya, seorang wanita Jawa Tengah, terus bekerja hingga usia lanjut, baru berhenti ketika tubuhnya tidak lagi kuat menjalani pagi-pagi yang melelahkan. Dari ibunya, Tante Lenny mewarisi pemahaman mendalam tentang kerja keras yang dibutuhkan untuk membangun sesuatu dari nol dengan tangan sendiri.

Sejak awal, peran mereka secara alami terbagi berdasarkan kekuatan masing-masing: Tante Lenny berfokus pada pengembangan produk, operasional dapur, dan kontrol kualitas, sementara Oom Adi turun tangan untuk menangani tugas-tugas administrasi, dukungan logistik, dan kemudian strategi di balik ekspansi bisnis. Ketika ditanya mengapa lebih tertarik pada puding daripada berbagai hidangan penutup lainnya dalam repertoarnya, Tante Lenny tersenyum dan berkata sederhana, “Karena puding itu disukai dari anak-anak sampai orang tua.”

Berbicara tentang anak-anak, nama "Pudding Christy" sebenarnya merupakan gabungan dari nama anak-anak mereka: Kristina dan Kristian—pemandu sorak paling awal dan penguji resep paling setia dalam bisnis ini. Keduanya telah tumbuh dan mengambil peran di belakang layar, berkontribusi penting dalam membantu merek ini beradaptasi dengan pergeseran ke dunia digital.

“Kira-kira di tahun 2015 kita udah masuk mulai ke Instagram. Itu anak saya yang besar yang urus,” kata Oom Adi. “Kalau saya kan enggak ngerti beginian.” Dia terkekeh sebelum menambahkan, “Walaupun saya orang IT, mindset-nya udah berbeda dengan anak-anak sekarang.”

Pernyataan santai Oom Adi itu sebenarnya mengandung banyak makna meski dalam beberapa kata saja. Ada kesadaran diri dan kerendahan hati dalam caranya mengakui bahwa, meskipun memiliki latar belakang bidang teknologi, dia tidak sepenuhnya memahami alat atau kecepatan dunia digital saat ini. Ini adalah sikap yang membumi dan bersahaja, terutama dari seseorang dengan pengalaman profesional puluhan tahun.

Oom Adi dan Tante Lenny sama-sama menunjukkan keterbukaan terhadap anak-anak mereka yang membantu menjalankan bisnis. Tidak ada sedikit pun kesan perlawanan atau sikap defensif, melainkan pengakuan yang mudah bahwa setiap generasi membawa sesuatu yang baru. Mereka memercayai anak-anak mereka untuk memimpin di bidang yang menjadi kekuatan mereka dan melihat kefasihan digital mereka sebagai aset.

Oom Adi dan Tante Lenny sama-sama menunjukkan keterbukaan terhadap anak-anak mereka yang membantu menjalankan bisnis. Tidak ada sedikit pun kesan perlawanan atau sikap defensif, melainkan pengakuan yang mudah bahwa setiap generasi membawa sesuatu yang baru. Mereka memercayai anak-anak mereka untuk memimpin di bidang yang menjadi kekuatan mereka dan melihat kefasihan digital mereka sebagai aset.



Dua dekade setelah didirikan, Pudding Christy telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari banyak keluarga. Beberapa pelanggan pertama Tante Lenny kini membeli puding untuk anak-anak mereka sendiri, melanjutkan siklus memberi yang membentang lintas generasi. Resonansi emosional inilah—rasa memori bersama dan kehangatan keluarga—yang telah menjadikan merek ini lebih dari sekadar favorit musiman. Bagi Tante Lenny, perjalanan ini bukan tentang berlomba untuk tetap unggul dalam persaingan. “Rezeki sudah diatur,” katanya sederhana.

Kini, pertumbuhan sudah mulai terlihat di tempat-tempat baru. Pudding Christy baru-baru ini berekspansi ke Bali, dengan cabang yang dikelola oleh salah satu anak mereka. Di dapur, inovasi terus berjalan seiring mereka menguji dan mengganti rasa yang sedang tren, tetapi prinsip intinya tetap sama: mereka hanya menjual apa yang benar-benar mereka nikmati sendiri.

“Kami tidak berusaha menjadi mencolok,” kata Tante Lenny. “Pudding Christy itu puding klasik. Bukan yang aneh-aneh.” Baginya, ini bukan tentang mengejar tren, melainkan konsistensi, integritas, serta rasa yang terasa akrab dan istimewa. “Aku selalu mengutamakan mutu,” katanya. “Orang makan enak, sehat, gitu aja.”

Ini adalah gagasan sederhana di balik hidangan penutup yang tampak sederhana, tetapi perjalanan Pudding Christy sama sekali tidak sederhana. Dari awal yang sederhana di dapur rumah hingga menjadi nama yang dikenal luas, kisah mereka adalah tentang pertumbuhan yang stabil, kerja keras, dan hubungan yang mendalam dengan orang-orang yang mereka layani. Ke mana pun puding andalan mereka pergi, mereka akan membawa kita serta, menawarkan rasa baru dan kenyamanan lama di setiap suapan.

Discover Other Stories